Petani asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Burhanuddin (36), misalnya. "Tertarik, karena lahan saya bisa diolah. Kalau enggak, bisa menganggur," ujarnya saat ditemui di Kendari, Sultra, Kamis (3/8). Sebelum
menanam jagung, Burhan memanfaatkan lahannya untuk ditanami jahe,
lantaran tergiur dengan iming-iming sebuah perusahaan minuman kesehatan
yang berani menjual hasil panen dengan harga mahal. Sayangnya,
harga jahe justru anjlok. Padahal, ongkos produksi untuk menanam jahe
cukup tinggi dan masa tanamnya bisa mencapai 8-12 bulan.
"Untuk panen juga butuh biaya lagi yang enggak sedikit," ungkapnya. Karena itu, jahe yang telah ditanam di lahan seluas 2,5 hektare miliknya dibiarkan begitu saja. Mengetahui Kementan tengah menggalakkan tanaman jagung, Burhan pun kembali bersemangat untuk kembali mengolah lahannya. Mula-mula, dirinya menerima bantuan berupa benih jagung hibrida dan ditanamnya di lahan seluas empat hektar. Saat musim panen, meski jumlah produksi tak sesuai ekspektasi, karena hanya menghasilkan 3-5 ton per ha, dan mengeluarkan biaya sendiri untuk menanam jagung, namun omzet yang diperolehnya cukup menggiurkan.
"Omzet lumayan, walau tak capai target. Puas saya. Mudah-mudahan nanti satu ha panennya 10 ton," ucap petani kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan ini. Beberapa komponen pengeluaran yang harus dibiayai dengan kocek pribadi Burhan kala itu ialah pupuk dan sewa traktor yang sekitar Rp 2 jutaan hingga siap taham per hektare. Dia harus menggunakan uang sendiri untuk memproduksi jagung, karena saat kali pertama dirinya belum tergabung dengan kelompok tani. Sedangkan bantuan dari pemerintah disalurkan melalui kelompok. Burhan juga tak perlu bersusah payah untuk menjual jagung yang hasil panen. Ibarat gula, banyak para pembeli yang langsung mendatanginya.
"Kemarin belum panen, sudah ada yang siap beli," katanya. Bukan cuma Burhan yang tergiur dengan kebijakan Kementan era Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tersebut. Sejumlah petani di Desa Tirta Matani, Kecamatan Buke, Kendari Selatan juga terpincut menanam jagung.
"Sekarang banyak petani menggarap lahan tidur, karena lihat saya. Soalnya, tanahnya subur di sana. Mereka minta bibit dan bikin kelompok. Sekarang sudah standby bibitnya. Tinggal tunggu masa tanam," bebernya. Umumnya petani setempat banyak menanami komoditas hortikultura, seperti kelapa, kedelai, bengkoang, dan ubi jalar.
Gabung Gempita
Karena mayoritas lahannya seluas 100 ha belum tergarap, Burhan kini bergabung di Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita). Gempita merupakan sebuah kelompok gerakan yang beranggotakan para pemuda dan diinisiasi Menteri Amran, guna mendorong produktivitas di sektor pertanian dengan melibatkan peran aktif generasi muda.
"Saya ingin bekerja sama dengan Gempita. Maksimal 90 hektare dikelola," ucap Burhan. Sedangkan 10 ha sisanya ingin digarapnya sendiri. Dengan menggandeng Gempita, dirinya berharap ongkos produksi dapat ditekan, produktivitas meningkat. Pasalnya, hingga kini banyak persoalan yang belum bisa dilakukannya, kalau bekerja sendiri.
Misal, kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola lahan, keterbatasan biaya, mahalnya harga pupuk, serta keterbatasan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern yang dimilikinya. "Kan sekarang banyak traktor-traktor, kita bisa sharing dengan kelompok tani. Kalau enggak pakai traktor susah tanam jagung, karena banyak akar, batang pohon," paparnya.
"Untuk panen juga butuh biaya lagi yang enggak sedikit," ungkapnya. Karena itu, jahe yang telah ditanam di lahan seluas 2,5 hektare miliknya dibiarkan begitu saja. Mengetahui Kementan tengah menggalakkan tanaman jagung, Burhan pun kembali bersemangat untuk kembali mengolah lahannya. Mula-mula, dirinya menerima bantuan berupa benih jagung hibrida dan ditanamnya di lahan seluas empat hektar. Saat musim panen, meski jumlah produksi tak sesuai ekspektasi, karena hanya menghasilkan 3-5 ton per ha, dan mengeluarkan biaya sendiri untuk menanam jagung, namun omzet yang diperolehnya cukup menggiurkan.
"Omzet lumayan, walau tak capai target. Puas saya. Mudah-mudahan nanti satu ha panennya 10 ton," ucap petani kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan ini. Beberapa komponen pengeluaran yang harus dibiayai dengan kocek pribadi Burhan kala itu ialah pupuk dan sewa traktor yang sekitar Rp 2 jutaan hingga siap taham per hektare. Dia harus menggunakan uang sendiri untuk memproduksi jagung, karena saat kali pertama dirinya belum tergabung dengan kelompok tani. Sedangkan bantuan dari pemerintah disalurkan melalui kelompok. Burhan juga tak perlu bersusah payah untuk menjual jagung yang hasil panen. Ibarat gula, banyak para pembeli yang langsung mendatanginya.
"Kemarin belum panen, sudah ada yang siap beli," katanya. Bukan cuma Burhan yang tergiur dengan kebijakan Kementan era Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tersebut. Sejumlah petani di Desa Tirta Matani, Kecamatan Buke, Kendari Selatan juga terpincut menanam jagung.
"Sekarang banyak petani menggarap lahan tidur, karena lihat saya. Soalnya, tanahnya subur di sana. Mereka minta bibit dan bikin kelompok. Sekarang sudah standby bibitnya. Tinggal tunggu masa tanam," bebernya. Umumnya petani setempat banyak menanami komoditas hortikultura, seperti kelapa, kedelai, bengkoang, dan ubi jalar.
Gabung Gempita
Karena mayoritas lahannya seluas 100 ha belum tergarap, Burhan kini bergabung di Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita). Gempita merupakan sebuah kelompok gerakan yang beranggotakan para pemuda dan diinisiasi Menteri Amran, guna mendorong produktivitas di sektor pertanian dengan melibatkan peran aktif generasi muda.
"Saya ingin bekerja sama dengan Gempita. Maksimal 90 hektare dikelola," ucap Burhan. Sedangkan 10 ha sisanya ingin digarapnya sendiri. Dengan menggandeng Gempita, dirinya berharap ongkos produksi dapat ditekan, produktivitas meningkat. Pasalnya, hingga kini banyak persoalan yang belum bisa dilakukannya, kalau bekerja sendiri.
Misal, kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola lahan, keterbatasan biaya, mahalnya harga pupuk, serta keterbatasan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern yang dimilikinya. "Kan sekarang banyak traktor-traktor, kita bisa sharing dengan kelompok tani. Kalau enggak pakai traktor susah tanam jagung, karena banyak akar, batang pohon," paparnya.
Tanggal Artikel : 3-8-2017
Oleh : Joshua Eka
Sumber : http://www.rmol.co/read/2017/08/03/301481/Petani-Muda-Terpincut-Program-Gempita-Kementan-Untuk-Percepa
Artikel diatas mengandung beberapa nilai-nilai yang seharusnya dimiliki dalam sebuah berita. Adapun nilai-nilai tersebut adalah
BalasHapus1. Timeline : Artikel diatas termasuk artikel yang baru dan tidak basi. Artikel diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2017, sekitar 1 bulan yang lalu.
2. Proximity : Artikel mengulas tentang perkembangan yang dialami petani di daerah Konawe selatan baik sebelum ikut Gempita maupun sesudahnya. Berdasarkan topik tersebut, maka artikel ini termasuk artikel yang dekat dengan petani.
3. Importance : Artikel ini dapat dikatakan penting untuk petani karena ulsannnya yang memuat tentang informasi baru seperti misalnya tanaman apa saja yang pantut ditanam di daerah konawe selatan, apa itu geripta. Sehingga setelah membaca berita ini, petani khususnya yang ada didaerah konawe selatan memiliki keinginan untuk mencoba.
4. Policy : Kebijakan dari Kementrian Pertanian saat ini yaitu Geripta menjadi sejalan dengan kebutuhan para petani yang ada disana. Dimana kebijakan tersebut mendorong petani muda untuk mau berkarya.
5. Consequence : Terdapat kebijakan pemerintah yang menyenangkan orang banyak. Dalam artikel ini yaitu adanya geripta membuat para petani maupun pembaca merasa senang karena nantinya petani lebih mudah mendapat bantuan
6.Development : Artikel ini bersifat membangun terutama membangun petani. Bagaimana para petani di Konowe Selatan akhirnya berhasil bercocok tanam jagung dari yang sebelumnya bercocok tanam hortikultura
7. Human Interest : Artikel ini termasuk artikel yang menarik perhatian terutama perhatian para petani. Keinginan mereka untuk bergabung dengan Geripta serta pengalaman mereka dalam bercocok tanam yang tadinya hortikultura menjadi menanam tanaman semusim.
Berdasarkan faktor-faktor yang ada dalam suatu artikel, maka artikel ini mengandung :
1. Adanya sumber teknologi atau ide. Pada berita ini hal yang paling menonjol adalah ide baru yang berani diambil oleh petani. Pertama mereka beralih menanam jagung kemudian mereka bergabung dengan geripta yang menjadikan banyak petani-petani muda didaerah konowe selatan mau berkarya.
2. Adanya sasaran. Dalam artikel ini sasaran utamanya adalah para petani.
3. Adanya manfaat. Ide dan gagasan yang disampaikan dalam artikel ini bermanfaat untuk para petani yang sedang mengalami kesulitan misal gagal panen saat menanam hortikultura atau untuk petani yang masih berfikir apakah akan masuk keanggotaan Geripta.
4. Adanya nilai pendidikan. Hal yang perlu dipelajari dan dikaji lagi melalui artikel ini adalah tenang perilaku petani. Petani didaerah konowe selatan yang terbuka pikirannya untuk bergabung dengan geripta.
Dianalisis oleh Ervina Lorenza T
NIM : 16/398752/PN/14723